TIMES BANTUL, YOGYAKARTA – Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam di Indonesia dikenal memiliki orientasi keislaman yang modernis atau berkemajuan. Namun dalam perkembangannya, tumbuh pula paham paham ideologi Islam yang cenderung purifikasi yang justru menjauhkan Muhammadiyah dari aktivitas seni dan budaya. Purifikasi seperti bentang jarak sehingga kemudian memunculkan stigma seperti pengharaman musik, pengharaman menyanyi dan lainnya yang justru bertabrakan dengan kesenian itu sendiri.
Bertepatan dengan momen peringatan Suara Muhammadiyah yang memasuki usia ke-109 pada hari Selasa (13/8/2024) mendatang, Pusat Data, Penelitian, dan Pengembangan (Pusdatlibang) Suara Muhammadiyah, menyelenggarakan Pameran Literasi dan Seni bertajuk LITER(ART)SI.
Event yang baru pertama kali diselenggarakan ini berkolaborasi dengan Sarang Building yang dibuka mulai hari ini, Sabtu,(10/8/2024) hingga Rabu, (14/8/2024) di lantai 8 SM Tower Malioboro Yogyakarta. LITER(ART)SI menyajikan kepada para pengunjung hal ihwal denyut nadi perjalanan Suara Muhammadiyah dari awal kelahiran sejak tahun 1915 sampai sekarang.
Acara yang dibuka oleh Direktur Utama Suara Muhammadiyah Deni Asy’ari Datuk Marajo, itu dihadiri oleh beberapa seniman yang terlibat dalam pameran seperti Jumaldi Alfi, MR Aditya, Totok Buchori, Syaiful Adnan, dan lainnya.
Di ruang SoearaMoe Café, Pusdatlitbang memamerkan dokumen Majalah Suara Muhammadiyah dari masa ke masa. Selain itu, menampilkan bentang tokoh-tokoh ternama yang menjadi medium perjalanan Suara Muhammadiyah warisan Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Haji Fachroddin.
Sementara di ruang pameran yang berada di Buya Syafii Meeting Room menampilkan belasan karya karya dari seniman ternama seperti Jumaldi Alfi, Abyu Amanda Aldi, Andreas Camelia, M.R. Aditya, Nasirun, Riski Januar, dan Saiful Adnan.
Seniman Jumaldi Alfi mengatakan, pameran ini merupakan upaya untuk mengaitkan literasi dan seni. Di mana menegaskan kedua elemen tersebut dapat saling melengkapi dan memperkuat nilai-nilai universal Islam.
Lewat pameran ini, lanjut Uda Alfi, diharapkan dapat membangun pemahaman komprehensif tentang bagaimana seni dan literasi dapat bersinergi untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan dengan cara yang inspiratif dan mencerahkan.
Sementara di ruang pameran Ketua Suara Muhammadiyah, Deni Asy’ari, kepada TIMES Indonesia, mengatakan, aktivitas ini akan jadi agenda tiap bulan dan per tiga bulan dengan tema yang berbeda beda. Namun Deni menyadari bahwa bisa saja aktivitas seni ini berbenturan dengan paham paham yang tekstualis “aspek salafiyah” yang arusnya kuat di dalam tubuh Muhammadiyah sendiri.
“Padahal sejak awal masa Kiai Dahlan,” ujar Deni, “Muhammadiyah itu tumbuh kembang dengan aspek seni. Makanya justru dengan kami semakin menggencarkan aktifitas seni ini, adalah bagian dari menormalisasi keadaan orisinalitas Muhammadiyah yang sebenarnya.”
“Justru mereka yang anti terhadap dunia yang sekarang ini yang seharusnya yang kita pertanyakan dalam aspek orisinalitasnya dalam bermuhammadiyah,” ujar Deni.
Lebih lanjut Deni mengatakan, “Dulu Kiai Dahlan bermain biola, itu juga ‘kan aspek dari seni. Namun karena dalam perkembangannya di Muhammadiyah justru arus salafiyahnya semakin kuat, sehingga impactnya pada suasana Muhammadiyah yang “kering” secara spiritualitas, seni dan emosional. Makanya keras keras orangnya ya, ujar Deni, sambil tertawa.
Pameran LITER(ART)SI terbuka untuk umum mulai hari ini, Sabtu, (10/8/2024), dan akan berlangsung hingga Rabu, 14/8/2024 di Buya Syafii Meeting Room dan SoeraMoe Café, SM Tower Malioboro lantai 8 Yogyakarta. Selain pameran literasi sejarah perjalanan berdirinya Suara Muhammadiyah, dan pameran seni rupa, juga akan ada diskusi buku.
Pewarta | : Eko Susanto |
Editor | : Faizal R Arief |