TIMES BANTUL, BANTUL – Kasus dugaan mafia tanah menimpa Bryan Manov Qrisna Huri (35), warga Padukuhan Jadan, Kampung Tegalrejo RT 04, Kalurahan Tamantirto, Kapanewon Kasihan, Bantul.
Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Bantul, Hermawan Setiaji, menyampaikan bahwa kasus Bryan mirip yang pernah dialami Mbah Tupon.
“Kasusnya ini mirip dengan kasus Mbah Tupon. Jadi kita sudah mengutus tim ke sana, itu kasusnya memang mirip,” ujar Hermawan, Jumat (2/5/2025).
Menurutnya, Pemkab Bantul akan memberikan pendampingan sebagaimana kasus-kasus sebelumnya.
“Respon Pemda, kita mendampingi. Ini bukan pertama kali, sudah berkali-kali. Seperti yang disampaikan Pak Bupati kemarin itu. Jadi nanti akan didampingi, kita perlakukan sama,” jelasnya.
Hermawan juga mengaku sudah melaporkan kasus ini secara langsung kepada Bupati.
“Tadi kebetulan saya bertemu Pak Bupati, barusan saja untuk melaporkan kasus Mas Bryan. Beliau bilang, ya nanti diberikan pelayanan yang sama seperti kasus-kasus sebelumnya,” katanya.
Ia menambahkan bahwa surat laporan dari Bryan sudah diterima dan saat ini masih dalam proses kajian.
“Suratnya, laporan Mas Bryan, masih di meja Pak Bupati. Masih dipelajari. Laporan ke Pemda sudah masuk, tembusannya juga sudah ke Kabag Hukum. Mungkin setelah berkas-berkas dipelajari, nanti ada tindak lanjut,” tambah Hermawan.
Kasus ini bermula pada Agustus 2023, saat keluarga Bryan meminta bantuan seorang kenalan bernama Triono untuk mengurus pecah sertifikat tanah warisan atas nama kedua orang tuanya, Sutono Rahmadi dan Endang Kusumawati. Sertifikat kemudian diserahkan kepada Triono yang menjanjikan pengukuran oleh BPN dalam dua hingga tiga minggu. Namun hingga akhir 2024 tidak ada perkembangan.
Kejanggalan muncul pada Desember 2024, ketika petugas dari salah satu Bank di Sleman datang ke rumah Bryan membawa sertifikat yang ternyata sudah beralih nama menjadi Muhammad Achmadi dan bermaksud menagih agunan.
“Kami syok. Tidak ada proses jual beli, tidak pernah tanda tangan di depan notaris, tapi tanah kami tiba-tiba sudah diagunkan atas nama orang lain,” kata Bryan.
Kecurigaan semakin menguat ketika SPPT PBB tahun 2025 juga terbit atas nama Muhammad Achmadi, padahal tahun sebelumnya masih atas nama orang tua Bryan.
“Saya cek ke Pak Dukuh, dan ternyata tahun 2024 tidak ada tagihan PBB. Tahun 2025 malah muncul tagihan baru dengan nama berbeda,” tambahnya.
Bryan menegaskan keluarganya tidak pernah menjual atau memindahtangankan tanah tersebut kepada siapa pun. Ia berharap kepolisian mengusut tuntas kasus ini.
“Ini bukan cuma kami. Tanah Mbah Tupon juga kena. Mungkin masih ada korban lain. Harapan kami, kepolisian bisa mengusut tuntas dan mengembalikan hak kami,” pungkasnya.
Ia mengatakan telah mengadukan kasus tersebut ke pihak Pemerintah Kabupaten Bantul. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Diduga Jadi Korban Mafia Tanah, Bryan Mengadu ke Pemkab Bantul
Pewarta | : Edy Setyawan |
Editor | : Deasy Mayasari |